Inilah yang Ku Mau (Bag.13)

Cerita Dewasa Inilah yang Ku Mau (Bag.13) -

Halo pembaca setia Cerpen 21! Dalam cerita kali ini kami akan membagikan sebuah cerita dewasa hub badan berjudul "Inilah yang Ku Mau (Bag.13)". Cerita panas ini memiliki tema tentang ABG, Fiksi, Romantis,

Cerita dari Cerpen 21+ ini cocok dibaca saat senggang atau disela-sela kesibukan rutinitas harian karena bisa membangkitkan gairah hidup dan membuat hari-hari anda semakin menyenangkan. Selamat membaca.


Farah : Pagi...
Ochi : Pagiiii...
Aya : Good day...
Aya : Ngapain aja nih hari ini?
Ochi : Ni lagi sarapan trus mau kuliah...
Aya : Aku juga kuliah sebenernya, tapi males nih...

Pagi ini sambil sarapan kusempatkan menengok obrolan di grup. Semalam tidak ada obrolan lagi setelah aku pamit, kecuali komentar-komentar pamitan lain juga. Dan pagi ini juga baru ada sapaan-sapaan pagi hari. Aku hendak mengetik ikut menyapa, tapi kemudian sebuah pesan suara masuk dari Icha. Kuurungkan ketikanku dan mendownload pesan suara Icha. Biasanya sih pesan suara kayak gini hanya salah pencet.

Download selesai. Play.

Plok.... Plok... plok..! "Hhh... Met pa... gihh... semu... aahh..." Plok... plok... plok...! "Ahhh... Pelan dek... Aahh...." Plok... plok...! "Met berakhh... tivitasshhh... yaah semua..ahh.. adek... benta...rr...hhh..." Plok... plok... plok...! "Harii ini akuhh bolos kuliaahh... Ga boleh pergi samaaahh... adekhh... Aahhh...!"

Ya ampun! Icha mengirim rekaman suaranya yang sedang dientot buat pamer. Ish, dasar... hahaha! Dengan gemas kuketik komentar.

Dilla : Kamprettt!!!
Farah : Ahh anjirr lo Ichaa bikin gue mupeng ajah!
Ochi : Ichaa, ya ampun nakalnya!
Nana : Wkwkwk....
Nana : Pagi2 udah digenjot aja... Mauu..
Farah : Ini pasti gara2 bonyok lo mau datang ya... Jadi adek puas2in ngentotin lo. Hihihi

Sambil tertawa-tawa, kututup jendela obrolan grup. Bisa telat aku nanti. Kuhabiskan sarapan rotiku yang tinggal segigit. Ah, sebenarnya malas sekali aku kuliah hari ini. Ada mata kuliah wajib yang amat sangat membosankan dengan dosen yang amat sangat nyebelin sejagat raya. Tapi gimanapun juga tetap aku harus berangkat.

Setelah minum, kubereskan meja makan, dan langsung kucuci piring gelas yang baru kupakai. Hari ini aku punya ide gara gara termotivasi grup. Hahaha. Ni grup memang 'bener-bener' gak 'bener'. Tapi aku suka!

Belakangan ini aku lebih sering pergi kuliah pakai kendaraan umum, tapi hari ini aku mau pakai mobil lagi. Sebenarnya motivasiku pakai kendaraan umum selama ini juga mencari-cari inspirasi buat eksib sih, hehehe.

Fantasiku, berhimpit-himpitan di kendaraan umum dengan banyak penumpang laki-laki. Kecantikan dan keseksianku jadi pusat perhatian, dan mungkin akan ada penumpang misterius yang berani grepe-grepe aku. Molester! Haha... Trus aku ga bisa menolak, akhirnya menikmati dan... seterusnya. Hihihi, parah dan narsis banget ya?

Gila juga kalau kejadian beneran seperti itu. Untungnya (atau 'sialnya' ya?) kendaraan umum sekarang, baik Busway maupun Commuter line sudah dikondisikan terpisah antara penumpang laki laki dan perempuan.

Jadi fantasi tinggal fantasi. Tidak pernah ada kenakalan apapun yang aku lakukan selama naik kendaraan umum beberapa hari belakangan ini. Cuman aku jadi keterusan naik kendaraan umum yang menurutku lebih praktis, tidak capek, dan... tentunya lebih hemat juga.

Pagi ini seperti hari hari sebelumnya, aku masih terus berbugil ria di dalam rumah. Sekarang karna hendak berangkat kuliah, aku harus pakai baju lengkap lagi. Padahal rasanya masih ingin berlama-lama bugil.

Makanya hari ini aku akan pergi pakai mobil lagi, karena aku kepikiran akan nyetir tanpa busana. Semua itu gara-gara group yang baru saja aku join tersebut. Sukses membuatku termotivasi untuk melakukan hal gila.

Di dalam mobilku yang berkaca film gelap, kondisiku tidak akan terlihat jelas dari luar. Sekarang aku hanya mengenakan kerudung lebar tanpa pakaian apapun di bawahnya. Bahkan sepatu dan kaos kaki pun belum kukenakan. Semua kutaruh di kursi samping, dan akan mulai kupakai nanti kalau sudah sampai di parkiran kampus.

Adrenalin pertama adalah ketika aku harus melewati pos satpam perumahan dan membuka sedikit kaca samping untuk menyapa pak satpam. Pak satpam selalu menunduk dan melongok ke dalam mobil, makanya aksiku ini cukup beresiko sejak awalnya. Tapi, ya... Itulah yang kucari. Inilah yang kumau.

Kali ini aku hanya menurunkan sedikit kaca samping. Karna posisi duduk di dalam mobil lebih rendah dari orang berdiri di luar mobil. Bagian atasku memang tertutup kerudung, tapi bagian bawah dada sampai ujung kaki polos semua.

"Pagi pak..." Sapaku.
"Pagi non Diraa..." balas pak satpam sumringah.

"Naik mobil lagi nih non?" Tanyanya sambil mencoba melihat seisi mobilku dari celah yang kubuka seadanya. Raut mukanya menyiratkan permintaan supaya aku lebih menurunkan kaca sampingku. Biasanya memang aku membukanya lebar-lebar. Apakah sekarang aku jadi mencurigakan ya? Pikirku parno.

"Kuliah non?" Tanya pak satpam lagi. Bisa saja aku langsung jalan tanpa menghiraukannya, tapi tentu tidak sopan dan malah makin mencurigakan. Dengan berdebar-debar kuturunkan sedikit kaca sampingku lagi setelah memperkirakan posisi pandang pak satpam cukup aman bagiku. Tapi tetap saja aku meraih tas dan menaruhnya di pangkuanku. Untuk jaga jaga aja.

"Iya pak, biasa... yuk pak...."
"Ya non... hati hati."
Aku langsung meluncur sambil kepikiran, keliatan nggak ya tadi? Hihihi. Seru juga ternyata. Besok lagi ah.

Sukses melewati pos satpam membuatku makin berani. Sepanjang perjalanan menuju kampus, aku bukannya menutup kaca, malah makin menurunkannya. Paling paling tangan kananku siap sedia di tombol power window untuk menaik-turunkan kaca sesuai kebutuhan. Kalau agak macet atau di lampu merah, dimana banyak berseliweran pedagang keliling atau pak ogah, aku langsung menaikkan kaca, tapi tidak pernah sampai tertutup sempurna.

Beberapa kali juga aku menyempatkan selfie, ambil foto dari dalam mobil, dengan latar belakang kaca terbuka. cahaya dari luar menjadikan wajahku gelap tak teridentifikasi. Aman lah buat dishare nanti. Jadilah beberapa foto selfie diriku, cewek berkerudung tanpa busana di dalam mobil dengan pemandangan luar cukup ramai berbagai kendaraan berseliweran.

Kadang karna kurang puas, kunaikkan adrenalin dengan melilitkan kain kerudungku di leher, sehingga pundakku pun terekspos. Saking asyiknya aku sukses dimaki-maki pengguna jalan lain karena berjalan terlalu pelan, hehehe. Parah. Yang memaki tentu penasaran berusaha melihat pengendara yang dimaki.

Jadi beberapa motor melewatiku sambil melihat ke arahku dan memicingkan mata. Seolah dengan memicingkan mata itu bisa membuat pandangannya menembus kaca filmku, hahaha.

Tapi aku nggak mau bersikap tidak sopan. Kuturunkan kaca dan menyapa para pemaki itu sambil tersenyum kecut dan meminta maaf. Meski berdebar-debar, senang juga melihat perubahan ekspresi para pemaki itu setelah tahu yang dimaki adalah cewek cantik. Hihi.

Sambil melanjutkan perjalanan kunaikkan kembali kaca mobilku dan mencoba konsentrasi nyetir. Tiba-tiba aku ingat. Waduh! Kondisi kerudungku masih melilit di leher dan bahuku terekspos! Omaigat.

Ugh... Tadi kelihatan nggak ya? Kurasakan jok mobilku basah. Waduh parah deh. Aku terangsang banget sampai cairan memekku mengalir keluar. Tambah kebelet pipis lagi. Apa sekalian aku pipisin jokku ini ya? Pipis sambil nyetir. Hihihi. Jorok ah.

Sesampai di kampus, aku berhenti sejenak untuk mengenakan pakaian sebelum memasuki tempat parkir. Tempat parkir kampusku menggunakan sistem self ticketing yang mengharuskan aku memencet tombol untuk mendapatkan karcis parkir. Meskipun tanpa penjaga, tapi di situ ada CCTV nya. Untung aku ingat, karena tadinya aku berniat baru mengenakan pakaian setelah benar-benar parkir di dalam, hahaha.

Setelah parkir aku buru-buru melangkah ke kelas. Telat banget! Yah salahku sendiri sih tadi main-main di jalan. Biar nggak rugi, sambil berjalan aku mengirimkan beberapa foto selfieku tadi ke grup. Ada beberapa obrolan di grup, tapi aku gak sempat membacanya.

Seperti kubilang tadi kuliah kali ini adalah kuliah yang sangat tidak digemari, bukan hanya olehku tapi kurasa juga semua mahasiswa lain. Ini mata kuliah umum nggak penting, tapi wajib lulus.

Untunglah saat aku masuk kelas, dosennya juga sama-sama telat dan baru masuk. Kalau nggak pasti deh sudah disetrap aku. Yak, kayak anak SD aja emang. Sudah kubilang juga tadi kan? Bukan hanya mata kuliahnya, tapi juga dosennya yang nyebelin.

Keadaan di dalam kelas membuktikan pernyataanku. Separuh lebih peserta kuliah adalah mahasiswa senior, bahkan beberapa adalah mahasiswa yang sudah menempuh tugas akhir sebelum kelulusan. Ya, artinya mereka mengulang mata kuliah ini. Termasuk aku, hehe.

Kuliah 1,5 jam benar benar serasa 1,5 tahun. Super boring bin bikin bete. Dosen mata kuliah ini Pak Tarno namanya. Umurnya mungkin sudah di atas 50 tahun. Secara penampakan sudah terlihat sangat tua, tapi kondisi fisiknya sehat dan masih kuat.

Kalau menjelaskan belibet, bertele-tele, nggak jelas, dan suka ngasih tugas bejibun. Mungkin sadar mata kuliahnya ngebosenin, pak dosen ini juga suka menyelipkan guyonan dalam mengajar. Tapi garing! Nggak lucu, dan mesum! Dan itu menambah daftar poin menyebalkannya.

Salah satu nyebelinnya dosen ini adalah sifatnya yang mata keranjang. Meskipun, sebagai cewek yang hobi eksib, sifat mata keranjang cowok justru menyenangkan bagiku. Pingin deh dimatakeranjangin Pak Tarno.

Dimatakeranjangin cowok muda dan sebaya sudah biasa, bagaimana kalau dengan laki-laki tua? Hahaha. Mikir apa sih aku ini? Gini deh kalau susah konsen. Tapi siapa juga yang bisa konsen ngikutin mata kuliah Pak Tarno ini.

Sambil sembunyi-sembunyi aku mengakses HPku. Tujuannya apa lagi kalau bukan melihat obrolan di grup. Tapi ternyata tidak banyak obrolan. Mungkin jam-jam segini pada sibuk dengan kegiatan masing-masing. Cuma ada Farah yang mengomentari dan memuji fotoku yang kushare tadi.

Disusul Ochi yang menimpali. "Kayaknya kenal dengan jalan yang kamu lewati itu." Begitu salah satu komentar Ochi mereply salah satu fotoku yang ada penampakan satu reklame jalan cukup besar dan jelas.

Benarkah Ochi tahu jalan yang kulewati itu tadi? Jangan-jangan aku dan Ochi tinggal di kota yang sama kalau begitu. Ah, tapi reklame semacam ini kan mestinya ada di mana-mana ya? Pikirku.

Ai kemudian nimbrung dan tentu langsung memuji fotoku juga. Setelah itu dia mengirim video. "Hi hi... Tonton nih, audisi lucu banget deh!" Captionnya. Kupikir Ai mengirim videonya sendiri yang sedang eksib atau apa. Ternyata dia mengirim video lucu. Karna penasaran langsung aja kudownload dan play.

Video itu berisi rekaman audisi di salah satu episode American Idol. Peserta audisi seorang wanita gemuk yang tampak tidak percaya diri. Juri kemudian mempersilahkannya menyanyi. Dan...

"Aahhh... Auhh... Ohhh... Yess. Oh my Gooood!! Yess... Ahh!!!" Shit! Jebakan betmen!!! Aiiii kampret! Mana volume HPku lupa kekecilin lagi!
"Huahahahahah!!!" Seisi kelas langsung riuh oleh tawa peserta kuliah. Semua mata tertuju padaku yang pucat pasi.
"Wiihh... gue gak nyangka Dira nyimpan bokep! Bagi dong bokepnya DIra!!!"
"Hahaha...!!"
"Bokep atau rekaman pribadi nih!?"

Celetukan demi celetukan mengarah padaku. Sumpah malu banget! Sebagian dari mereka mungkin gak percaya kalau akan mendengar suara seperti itu dari handphoneku. Tentu saja itu karena aku biasanya dikenal sebagai cewek baik-baik. Gila banget malunya!! Ingin rasanya aku lari keluar dari kelas ini!

Pak Tarno dengan gusar menuju ke arahku. Duh, bakal diapain nih aku.
"Kemarikan HP kamu!" Bentak pak Tarno.
"Maaf pak, ini bukan film porno pak sumpah..." Ucapku panik mengetahui pak Tarno berniat menyita HPku.
"Saya dikerjain temen pak..."
"Nggak mau tau, yang jelas kamu main HP di kelas saya. Kemarikan!" Tegas pak Tarno.
"Mau dicopy tuh..." celetuk seseorang.
"Siapa yang bilang tadi? Mau saya keluarkan dari kelas?!" Bentak pak Tarno galak.

Aku tidak bisa mengelak. Dengan berat hati kuserahkan HPku. Padahal di dalamnya tentu banyak hal pribadi dan rahasia. Termasuk foto foto telanjangku tentunya. Semoga saja pak Tarno tidak mencoba mengakses HPku. Karna HPku sama sekali tidak kupassword, dan untuk membukanya cukup dengan kode kunci geser yang sederhana. Beberapa kali coba pasti ketahuan kodenya.

Jangan dibuka ya pak HPnya, please... Ucapku dalam hati. Harusnya aku mewanti wanti pak Tarno secara langsung, tapi aku khawatir pak Tarno malah penasaran dan beneran membuka-buka HPku. Duh sial banget ini gara gara Ai. Nanti kudamprat ah di grup. Pikirku kesal.

"Nanti ambil HPnya setelah kuliah!" Ujar pak Tarno. "Yang lain diam!"

Setelah itu pak Tarno memberi tugas mengerjakan soal di tempat. Harus selesai baru boleh pulang. Kupikir tugas ini hanya alasan pak Tarno saja supaya tidak harus melanjutkan pemberian materi kuliah. Dengan mahasiswanya sibuk mengerjakan soal, pak Tarno bisa duduk manis di mejanya sambil mengawasi dan melakukan hal lain, seperti mengakses HPku!

Dan ya, kekhawatiranku agaknya terbukti. Sambil mengerjakan soal aku tidak bisa menahan diri untuk terus menerus melirik pak Tarno di mejanya. Jelas kulihat dia menggeser-geserkan jarinya di layar sentuh HPku. Sepertinya dia berusaha memecahkan kode geser untuk bisa membuka HPku. Atau jangan-jangan dia sudah berhasil membukanya dari tadi?

Kuharap dia gak berhasil membukanya. Duh, sungguh susah membaca raut, perubahan ekspresi dan gerak gerik pak Tarno. Aku hanya bisa berharap-harap cemas dan berusaha sebisa mungkin konsentrasi mengerjakan soal supaya cepat selesai. Makin cepat selesai makin cepat aku bisa mendapatkan HPku kembali.

Seharusnya boleh saja aku protes sekarang dan melarang pak Tarno. Tapi hal itu tidak berani kulakukan. Bisa dibayangkan susahnya aku konsentrasi saat itu. Satu persatu mahasiswa selesai mengerjakan soal, mengumpulkannya dan mendapat ijin pulang.

Makin kulihat mahasiswa yang pulang, makin aku susah konsentrasi. Akhirnya beberapa soal terakhir kujawab dengan asal dan aku berhasil menyelesaikannya bersamaan dengan 3 mahasiswa terakhir.

"Ambil HPnya di lab. 10 menit lagi. Bapak mau ke kantor dulu naruh berkas berkas." Ucap pak Tarno ketika aku menyerahkan tugasku. Ish! Kenapa nggak langsung diserahkan sih!!? Umpatku dalam hati. Jadi nggak enak nih perasaan.

Lab yang dimaksud pak Tarno sebenarnya adalah bekas lab yang sudah tidak terpakai di lantai 3. Tidak terpakai karna fakultasku baru membangun lab baru dan sekarang sedang proses memindahkan peralatan dari lab lama ke lab baru tersebut. Tidak mungkin yang dimaksud pak Tarno adalah lab baru, karna lab baru memang belum bisa diakses.

Dan sampailah aku di bekas lab lebih dulu dari pak Tarno. Seperti kuduga. Lantai 3 ini sangat sepi. Dari 10 kelas di lantai ini, semua kosong dari kegiatan kuliah. Aku memutuskan menunggu di luar lab. Tak sampai semenit kemudian pak Tarno datang dengan senyum yang tak jelas apa maksudnya.

"Kenapa nunggu di luar? Ayo masuk." Suruhnya.
"Di sini aja pak, saya buru buru. Bisa langsung saya minta HP saya pak?"

Pak Tarno tertawa. "Kalau HP kamu mau saya serahkan semudah itu ngapain saya repot repot menyuruh kamu ke lab ini." Ujarnya sambil melangkah masuk lab mendahuluiku. Perasaanku semakin tidak enak. Dengan berat hari dan perasaan cemas aku melangkah mengikutinya.

"Duduk." Ucap Pak Tarno datar sambil menutup pintu setelah aku masuk. Aku tidak menurutinya. Berdiri lebih baik karena aku tidak ingin lama berurusan dengannya.

"Dira ya?"
"Iya pak"
"Semester berapa kamu?"
"Tujuh pak"
"Sudah ngulang kuliah saya berapa kali kamu?"
"Baru sekali pak" aku selalu menjawab pertanyaannya sesingkat mungkin.

Pak Tarno tertawa sebentar. Dia geleng-geleng kepala sambil menatapku. Sepertinya dia sedang memikirkan kalimat selanjutnya yang akan disampaikan padaku.

"Kamu... Ternyata nakal ya?" Ucapnya yang membuat jantungku berhenti sesaat. Aku menelan ludah. Tatapan mata pak Tarno terasa menusuk dan seolah ingin menelanjangi diriku.
"Mm... Maksudnya pak?"
"Hahaha... kamu tau pasti maksud saya." Ujarnya sambil menyalakan rokok supaya terlihat santai.

"Sebenarnya saya nggak kaget juga. Secara jilbaban kamu gaul gitu... Mahasiswi sini yang jilbab lebar ekstrim aja saya tahu ada yang ternyata nggak bener juga kelakuannya. Jilbab cuma pencitraan aja." Lanjutnya dengan nada mengejek.

"Bapak buka buka HP saya?"
"Haha, emang kenapa kalau saya buka HP kamu?"
"Itu kan privasi saya pak! Bapak melanggar privasi saya! Bisa saya tuntut...!"

"Hahaha... silahkan saja kalau mau menuntut! Trus kira-kira saya bakal dipenjara gitu ya? Sepadan nggak saya dipenjara dan foto-foto kamu tersebar luas? Saya juga bisa ngirimin foto kamu ke orang tua kamu sekarang juga!"

Aku terdiam. Sudah menduga bakal seperti ini ancamannya. Ancaman klasik namun efektif. Dasar cowok bajingan!!

"Terus bapak maunya apa?"
"Nah, gitu kan enak. Gak perlu saling mengancam..."
Aku terdiam lagi. Pak Tarno terkekeh sambil memandangiku dari kepala sampai ujung kaki.
"Kamu suka dengan apa yang kamu lakukan?" Tanyanya.
"Bukan urusan bapak." Jawabku ketus. Pak Tarno tertawa.
"Hahaha... Bukan begitu. Saya tidak suka memaksa-maksa orang. Sudah saya bilang juga kita tidak perlu saling mengancam..."
"Lantas? Mau bapak apa? Saya tidak punya banyak waktu pak!"

"Kalau kamu suka melakukannya... dan saya tahu kamu suka..." Pak Tarno berhenti sebentar. Dia terkekeh lagi. "Saya tidak akan menghukum kamu Dira. Kamu berhak atas apa yang kamu sukai. Saya justru ingin berbaik hati dengan memberi kamu kesempatan untuk melakukan apa yang kamu suka. Di sini. Sekarang" Pungkasnya.

"A-Apa maksud bapak?"

Pak Tarno mendengus kesal. "Kenapa kok mendadak ****** kamu ya?" Hardiknya menyakiti perasaanku. Baru kali ini aku dikatai '******' seumur hidupku. "Buka pakaian kamu semuanya, di sini. Sekarang. Di depan saya. Jangan tanya-tanya lagi!" lanjutnya.

"Jangan bercanda pak! Ini di kampus. Saya tidak mau!"
"Justru kamu suka kan? Kalau buka baju di rumah apa artinya? Tidak seru kan? Seru begini kan? Bapak tahu perempuan seperti apa kamu ini..."
"Nggak pak, saya nggak suka... tolong..."
"Jangan bohong!" Bentak pak Tarno memotong ucapanku.

Tak terasa mataku berkaca-kaca. Aku ingin menangis. Kenapa harus terjadi seperti ini? Keluhku dalam hati. Aku terdiam lagi tak tahu harus mengucapkan apa.

"Saya menunggu... terserah kamu katanya buru buru. Kalau saya sih punya banyak waktu, Hehehe..."

Aku mengutuki diriku. Belum lama tadi di kelas aku berkhayal bagaimana kalau pak Tarno melampiaskan sifat mata keranjangnya padaku. Bagaimana kalau pak Tarno yang seumuran ayahku memandang mesum pada diriku. Mupeng, terangsang dengan tubuhku. Dan ternyata.. Be careful to what you wish for. Hati-hati dengan apa yang kamu inginkan. Pesan itu benar benar cocok dengan kondisiku sekarang.

Entah kenapa aku begitu sulit melakukan perintah pak Tarno. Padahal dia benar! Ya, aku suka telanjang, lebih suka lagi di tempat umum, lebih suka lagi jika ada orang yang melihat ketelanjanganku. Kesenangan terakhir ini jarang bisa aku dapatkan. Hanya dengan Eko, Dodi dan teman-teman Shinta aku pernah mengalami kesenangan tiada dua itu.

Kini aku diberi kesempatan untuk melakukannya lagi. Bersenang-senang dengan ketelanjanganku. Di kampus yang masih ramai jam belajar mengajar. Di lab yang bisa diakses siapa saja. Dengan penonton yang ideal pula! Orang yang jauh di bawah levelku, status sosial yang berbeda, dan sangat mata keranjang! Aku seharusnya berteriak girang dan berterimakasih pada pak Tarno. Seharusnya aku bersimpuh di depannya dan bersujud padanya.

"Wuihh... kamu ada grup khusus sesama penyuka eksibisionis yaa? Fakta menarik ini. Hahaha... gila, anak jaman sekarang makin parah aja!" Ucap pak Tarno terkekeh, sambil melirik ke arahku dan melanjutkan melihat HPku. Sial! Kini dia mengakses whatsappku. Aku terdiam menahan marah.

"Hahaha... Mungkin perlu bapak catat ini nomornya teman-temanmu, siapa tahu salah satunya mahasiswi bapak juga, hahaha!" Tawanya terdengar makin menyebalkan.

Aku meradang. "Jangan pak!" Bisa gawat kalau pak Tarno benar-benar mengintervensi privasi grupku.
"Apa kamu bilang?"

"Jangan pak, please... Saya akan turuti bapak sekarang!" Aku sungguh enggan melakukannya. Entah kenapa naluri eksibisionisku tidak muncul sekarang. Mungkin karena kemarahanku dan kebencianku pada pak Tarno. Mungkin karena aku dipaksa melakukannya, bukan atas keinginanku sendiri. Tapi, telanjang tetap telanjang, meski tidak ada kenyamanan sama sekali, aku akan melakukannya sekarang.

"Menuruti saya? Saya tidak memerintahkan apa-apa! Saya hanya memberi kamu kesempatan! Lakukan atas kesadaran sendiri!"

"Iya pak... saya mau melakukannya sendiri..." ucapku sambil mulai melepaskan satu kancing bajuku. Tanganku sangat gemetar karna takut campur marah.
"Eit... sebelum mulai, kamu harus bilang apa sama saya?"
"Mm... Makasih pak... atas kesempatannya." Ucapku tanpa ketulusan sama sekali.
"Makasih kenapa?"
"Karna... saya boleh telanjang di sini... Di depan bapak juga."
"Oo kamu senang telanjang ya?"
"Senang sekali pak..." Kampret! Bandot tua ini malah mempermainkan aku.
"Haha... baiklah, eh minta ijin dulu dong...? Nggak sopan... dimana tata krama kamu?"
"Pak tolong ijinkan saya telanjang sekarang, please... Saya sudah tidak sabar..." Ucapku gusar.
"Hahaha... Baiklah baiklah.... Gitu aja kok ngambek sih manis? Hehehe... Ya sudah silahkan telanjang sekarang..."
"Makasih pak..." Ucapku memasang senyum tak ikhlas. Akupun mulai melucuti pakaian, dimulai dari kerudungku, dilanjut dengan melolosi satu persatu kancing bajuku.
"Aduh aduh... aurat kamu jadi kelihatan... Gimana nih, saya nggak boleh melihatnya kan? Saya keluar dulu atau gimana cantik?"

"Ja... Jangan pak, di sini saja. Gapapa, aurat Dira boleh dilihat kok sama bapak..." cegahku. Aku mengerti dan mengikuti permainannya. Bajuku sudah terlepas dari tubuhku. Giliran rok panjangku yang dengan mudah melorot melewati kaki jenjangku begitu kait dan retsletingnya kubuka.

Aku melangkah keluar dari rokku yang terhempas di bawah kakiku. Kini aku hanya mengenakan bra dan celana dalam saja di depan pak Tarno. Darahku berdesir. Jantungku berdetak kencang. Aku mulai terangsang.

Ugh.. Bisa juga aku terangsang dalam kondisi terpaksa dan tertekan seperti ini. Semoga aku bisa menikmatinya, harapku. Meski begitu, aku tetap cemas akan sejauh mana pak Tarno memanfaatkan keterdesakanku.

"Aduuhh bagusnya tubuhmu... Wah saya jadi merasa bersalah nih Dira... bukannya hanya suami kamu saja kelak yang boleh melihatnya ya? hehehe"

"Nggak pak... Bapak juga boleh kok! Tapi jangan bilang-bilang ya... Saya buka sekarang boleh pak? Tapi dilihat ya..." Ucapku tetap berusaha senyum-senyum sambil menurunkan kedua tali bra dari pundakku.

"Baik Dira manis, dibuka aja... Boleh ya aurat kamu diumbar begitu? Kamu nggak takut dosa?"

"Mmm... Takut sih pak, orangtua Dira juga sering ingetin kalau nunjukin aurat itu dosa, tapi Dira kan pingin sekali telanjang di depan bapak..." Jawabku sambil membuka bra. Kedua payudaraku kini terekspos tanpa penghalang apa-apa lagi dari pandangan pak Tarno. Dia memandang buah dadaku dengan tatapan cabul!

"Hehe, ya sudah kalau begitu dosanya kita tanggung bersama ya...?" Ucapnya ngawur. Aku balas senyum kecut saja.

Tinggal satu langkah lagi, akupun akan telanjang bulat. Dengan antusias pak Tarno mengabadikan dengan menggunakan kamera HPku. "Cantik sekali Dira... Gimana ya kalau foto ini dikirim ke orang tua kamu...?"

"Jangan dong pak! Kalau dikirim nanti Dira dipingit di rumah. Nggak bisa telanjang telanjangan lagi deh di kampus bareng pak Tarno"
"Hehehe, baiklah, saya kirim di grup kamu aja ya... Ayo celana dalamnya dibuka dong, biar sempurna ketelanjangan kamu..."

Aku menurutinya. Kulolosi satu-satunya penutup tubuhku yang tertinggal ini. Polos sudah kini diriku tanpa sehelai benangpun di hadapan pak Tarno. Si Dosen tua mesum paling menyebalkan sejagat raya!

"Hahaha..." Tawa pak Tarno puas sambil terus memotret.
"Pak tolong jangan share foto Dira.." Pintaku cemas.
"Lho kenapa, ini kan di grup kamu, kamu suka kan dipuji-puji sama teman-teman kamu? Hehehe..."
"Biar nanti Dira share sendiri, biar surprise pak..." Ucapku beralasan. "Mmm... Terus bapak mau ngapain nih? Mau lihatin Dira aja?" Lanjutku genit.
"Hahaha... Emang kamu pingin diapain manis?" Ucap pak Tarno sambil melangkah ke arahku. Dibelainya rambut dan wajahku. "Kamu cantik sekali Dira..." ucapnya.

Aku memejamkan mata. Aku kini benar-benar panik dengan apa yang akan dilakukan pak Tarno. Tubuhku menggigil. Tangan pak Tarno mulai beralih turun membelai pundakku dan mengarah ke payudaraku.

Aku mati kutu. Salah ucap aku tadi. Maksudku tadi hanya menyuruh pak Tarno untuk onani seperti yang selalu dilakukan Eko. Apa dia mengira aku mengundangnya untuk menyetubuhiku? Arghh... jangan sampai! Duh, bagaimana caranya aku bisa melepaskan diri dari keadaan ini?

"Aahhh....!" Desahku. Aku membuka mataku, ku lihat dirinya sibuk memperhatikan setiap lekuk tubuhku. Terutama buah dadaku. Pak Tarno kini meremas remas payudaraku dan memilin-milin putingku.

"Kamu terangsang sekali Dira manis. Putingmu sangat keras." Bisiknya sambil menjawil-jawil dan memainkan putingku, kemudian menggigit telingaku. Aku dirangsang habis-habisan!

"Bagaimana dengan vaginamu? Apakah sudah basah juga?" Tangannya kemudian turun menelusuri pinggangku. "Kamu sempurna sekali. Tubuhmu ramping ideal. Tidak heran kamu suka memamerkannya..."

"Mm... Makasih pak..." ucapku gemetar. Tidak bisa dipungkiri, aku suka dengan pujian pak Tarno. Dan ya... Aku terangsang, vaginakupun sudah terasa sangat basah. Apa jadinya jika pak Tarno mendapatinya?

"Jangan pak..." Cegahku menahan tangannya. Tapi tenagaku yang lemas ternyata tidak sebanding dengan kekuatan tua bangka ini. Shit...! "Aahhhh...!" Dalam hatiku mengumpat, tapi mulutku tak ayal mendesah.

Jari pak Tarno kini membelah bibir vaginaku. Serrr... cairan beningku seketika mengalir keluar membasahi jemarinya.

"Hahaha..." Pak Tarno terkekeh girang. Jarinya makin liar dan hendak menusuk ke dalam. Jelas aku langsung berontak dengan segala upaya. Pak Tarno menahanku dengan kuat. Jarinya masih gagal merangsek masuk ke dalam memekku. Tapi tubuhku kini sudah terkunci dalam cengkeramannya. Aku tak kuat mengelak.

"Jangan pak...!" Hanya pintaku yang semoga bisa mencegahnya.
"Jangan apa manis...?"
"Dira masih perawan pak... Please..."
"Ooh... Hahaha... benar benar tidak disangka.. maaf maaf... hampir saja tangan saya mengambil perawan kamu. Sayang dong ya? Hahaha..." Gelaknya sambil membuka celana.

Oh tidak, apa yang dia lakukan? Apakah pak Tarno berpikir akan mengambil keperawananku? Astaga penisnya sudah tegang sekali! Aku makin panik melihat pak Tarno sudah mengeluarkan penisnya dan mengacungkannya ke arahku. Dia benar-benar sudah bernafsu.

"Pak... jangan begini pak... Please..." sekuat tenaga aku menahan tubuhnya yang merangsek memelukku. Pak Tarno benar-benar berpikir akan menyetubuhiku! Dan tenagaku tentu tidak kuat menahannya. "Pak... please... Ini di kampus pak! Saya akan teriak!" Mendengar ancamanku pak Tarno spontan menghentikan aksinya.

"Apa maksud kamu?!" Hardiknya.
"Ini terlalu jauh pak, please kita sudahi saja...!"
"Apa-apaan, kamu mempermainkan saya!?" Ujarnya meledak.
"Tidak pak... Maaf ini terlalu jauh pak, please!" Tangisku mulai pecah. Pak Tarno benar-benar menyangka aku mengundangnya untuk menyetubuhiku tadi. Pak Tarno mundur ke arah mejanya dan mengambil HPku.

"Tinggal sekali tekan, semua foto kamu akan terkirim ke nomor orang tua kamu!" Ujarnya sambil menunjukkan HPku.
"Ja... jangan pak please!"
"Kalau begitu jangan mempermainkan saya!"
"Saya tidak mempermainkan bapak... huhuhu..." ucapku terisak.

"Banyak bicara kamu, pecun! Naik ke meja sekarang, telentang!" Bentak pak Tarno yang benar-benar lupa diri sekarang. Agaknya nafsu sudah menguasai dirinya. Aku sendiri tidak punya daya apa-apa, hanya bisa terus berusaha memohon.
"Pleasee... Pak..."

Tapi tiba-tiba...
"Hentikan pak, sudah!!"

Tiba-tiba terdengar suara perempuan dari balik meja di bagian belakang ruangan lab. Kaget. Reflek aku dan pak Tarno menengok ke arah suara. Seorang mahasiswi senior muncul sambil.mengacungkan HP. "Saya merekam semuanya pak! Dari awal!" Tukasnya.
"Apa-apaan kamu Ros?" Hardik pak Tarno.
"Kak Rossi... Se..Sejak kapan?" Ucapku masih terkaget-kaget sambil berusaha menutupi tubuhku.

Kak Rossi adalah mahasiswi senior di fakultasku. Dia satu angkatan di atasku. Kami beda jurusan, tapi sama-sama mengulang kuliah pak Tarno.
"Pakai baju kamu Dira..." Suruh kak Rossi.
"B-Baik kak..." Tanpa perlu disuruh dua kali aku segera menyambar baju dan rokku untuk kembali kukenakan. Kepalaku masih dipenuhi pertanyaan, tapi itu bisa menunggu.

"Rossi... kamu sejak kapan di situ?!" Tanya pak Tarno gusar.
"Bapak juga dipakai lagi celananya! Masukkan penis kecil bapak! Jijik ngeliatnya..." Kak Rossi balas menghardik dengan berani.
"Kurang ajar kamu...!" Pak Tarno meradang.
"Maaf pak, tapi bapak juga sudah kelewatan. Bisa-bisanya bapak sampai mau memperkosa mahasiswi bapak sendiri!" Ujar kak Rossi sambil dengan sigap merebut HPku dari tangan pak Tarno yang lengah.
"Bapak lupain apa yang barusan terjadi di sini, kami juga akan melupakan."
"Hapus rekamannya Rossi!"
"Ini jadi jaminan bapak tidak macam-macam lagi...! Dan satu lagi, saya dan Dira tidak akan ikut kuliah bapak lagi. Luluskan kami...!"

Kak Rossi melirikku yang sudah mengenakan pakaian. "Yuk Dira..." Ajaknya menarikku keluar. Kami keluar meninggalkan pak Tarno sendirian yang entah masih shock atau apa, kami tidak peduli. Apakah ini sudah berakhir? Pikirku dalam hati serasa tak percaya. Begitu saja? Semua terasa begitu cepat.

"Kak Rossi..." ucapku sambil terus berjalan.
"Nanti..." jawab kak Rossi, seperti membaca pikiranku. Kami tergopoh-gopoh menuruni tangga. "Kamu masih ada kuliah?" Tanyanya. Aku menggeleng.
"Ya sudah aku antar pulang ya...? Kamu naik apa?"
"Mobil kak..."
"Siniin kunci mobil kamu, aku yang nyetir..."
"Nggak usah repot-repot kak..."
"Gapapa, jangan nolak." Sahutnya tegas. "Nanti aku gampang dijemput adikku."

***

Di perjalanan pulang aku duduk terdiam di samping kak Rossi yang menyetir. Pikiranku masih agak kalut. Benar-benar pengalaman yang sama sekali tak kuinginkan. Nyaris diperkosa dosenku sendiri!

Kak Rossi melirikku dan tersenyum. Entah kenapa aku jadi canggung. Aku bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih. Aku tidak begitu akrab dengan kak Rossi. Atau bahkan bisa dibilang tidak akrab sama sekali.

Dia seniorku yang cukup jadi primadona di fakultas. Parasnya sangat cantik ditambah keanggunannya yang selalu memakai jilbab dan pakaian yang sopan. Meski banyak yang mengincarnya, setahuku dia tidak pacaran. Tapi entahlah.

Kak Rossi kembali melirikku. Lalu tertawa kecil. "Udah Dira... lupain aja, dijamin pak Tarno nggak akan macam-macam lagi. Kamu juga nggak perlu ikut kuliahnya dan ketemu dia lagi. Hihihi..." hiburnya.

"Mm... Makasih ya kak..." ucapku lirih dan tersenyum.
Kak Rossi tertawa lagi.
"Kamu belum nyadar juga ya...?"
"Ee... Sadar apa kak?"
"Kamu Dilla kan? Dilla, Dira... Hahaha..."
Deg! Jantungku berhenti sesaat.
"A-aku nggak tau maksud kakak...?"
"Dira... Eh, Dilla... Hihihi... ini aku, Ochi!" Kerlingnya.
Haaaaah?
Kak Rossi. Ochi. Rossi, Ochi.
Astaga.





Cerita Inilah yang Ku Mau (Bag.13) Selesai !


Anda telah membaca cerita hub badan berjudul Inilah yang Ku Mau (Bag.13) dari Cerpen 21, Kumpulan Cerpen 21 dan Cerita Hub Badan Paling Romantis di Wattpad. Semoga cerita bertema ABG, Fiksi, Romantis, kali ini cukup menarik dan menambah semangat anda. Sampai jumpa di cerita berikutnya!

Anda mungkin membaca cerita ini karena mencari kata kunci berikut di Google: ABG, Fiksi, Romantis, cerita lucu 21, cerita cinta romantis 17, cerita pengalaman hidup seseorang, wattpad 21 hot, wattpad hot, portal dewasa, cerita cinta penuh dosa, wattpad asisten rumah tangga, wattpad 21, cerita cinta 25, kaskus 21, novel 21 pdf, hub badan, wattpad malam pertama 18, cerita pendek wattpad, bacaan stensil, wrong night terbawa suasana, wattpad cairan hangat, kisah asmara nyata tulisan, komik cinta terlarang, cerita cinta romantis 17 bahasa indonesia, kisah cinta di kantor, wattpad hubungan badan, artikel hubungan suami istri, cerita cinta kisah nyata, wattpad asisten rumah tangga
Cerpen21 - Inilah yang Ku Mau (Bag.13) :
https://cerpen-21.blogspot.com/2020/03/inilah-yang-ku-mau-13.html

Lebih HOT !!!