Halo pembaca setia Cerpen 21! Dalam cerita kali ini kami akan membagikan sebuah cerita dewasa hub badan berjudul "Inilah yang Ku Mau (Bag.16)". Cerita panas ini memiliki tema tentang ABG, Fiksi, Romantis,
Cerita dari Cerpen 21+ ini cocok dibaca saat senggang atau disela-sela kesibukan rutinitas harian karena bisa membangkitkan gairah hidup dan membuat hari-hari anda semakin menyenangkan. Selamat membaca.
'Klunting.' Farah yang paling pertama komentar.
Farah : Iiihhh cantik2nyaaa...
Farah : Asik banget.
Alya : Aah telanjang bareng, ati2 lho terjadi sesuatu yang diinginkan. Hihi..
Nana : Haha... dijual laku mahal ni foto. Wkwkwk...
Farah : Eh tau gini tadi monyet2 gue kirim ke rumah Dira aja yaa... Ada 2 mangsa empuk di sono.
Ochi : Haha, jangan... kami masih perawan yaa...
Farah : Ah iyaa... Dira sayang, gimana keadaan kamu?
Alya : Kayaknya sih dari fotonya udah hepi2 ya sama Ochi?
Farah : Tapi cerita dong?
Ochi : Aku sendiri belum diceritain tuh
Ochi : Datang2 malah disuruh telanjang.
Ochi melirik ke arahku.
"Hahaha, iya Chi, nanti aku cerita" Ucapku. Ochi lalu mengetik di grup.
Ochi : Ni abis ini mau cerita.. tapi share di grupnya besok aja ya... ni mau sekalian siap siap bobo...
Farah : Haha Ya udah see u all tommorow yaa... yang penting gue tau Dira udah gapapa...
Aku dan Ochi menghela napas. Sama-sama menyudahi obrolan di grup.
Masih ada sisa sepotong pizza tergeletak di kotaknya. Tapi kayaknya Ochi tak berniat menghabiskannya. Aku, apa lagi. Ochi menyingkirkan kotak pizza dan mug susu kami yang sudah kosong. Aku membersihkan selimut dari remah-remah yang mungkin berjatuhan.
"Jadi, tadi tuh mati lampu... Nah, aku kan penakut orangnya..." Ucapku memulai cerita. Aku menceritakan detail aksi mandiku di teras rumah juga. Senang melihat ekspresi Ochi yang mendengarkannya.
Sepanjang aku cerita, dia mendengarkan tanpa banyak memotong. Tadinya aku tidak ingin cerita sampai bagian Eko. Tapi karna Ochi menanyakan foto selfieku yang mewek sambil berpeju ria tadi, aku jadi menceritakannya juga. Malah jadi agak panjang di bagian Eko, karna tanggapan pertanyaan dari Ochi menuntut aku harus kilas balik menjelaskan siapa itu Eko. Tentu kuceritakan garis besarnya saja. Tapi cerita hubunganku dengan Eko sukses membuat Ochi terperangah.
"Harus dilaporin tuh orang yang merkosa kamu... Udah kriminal itu!"
"Iya sih"
"Kok iya sih? Iya dong! Di aplikasi pasti tercatat kan tuh, nomor teleponnya, namanya..."
Aku terdiam. Ochi tampak makin gusar. "Sini aku lihat aplikasinya..." Pintanya kemudian.
"Ga usah Chi... Udah malam juga, besok aja!" Tolakku tegas. "Aku terus terang gak kepikiran sampai ngelapor..." Terangku. "Aku justru..." Kalimatku terpotong sejenak. Aku memikirkan kata-kata untuk diucapkan.
"Tadi siang di mobil kan kamu udah panjang lebar bilang Chi, bahwa yang kayak gini resiko seorang eksibisionis" Ucapku. Kulirik wajah Ochi, ingin melihat reaksinya. Ternyata dia menunggu aku menyelesaikan pernyataan.
"Aksiku tadi memang beresiko banget kan? Terus terang pas mau diperkosa tadi, aku justru merasa bersalah kenapa aku nggak bisa menerimanya" sambungku.
"Ya ampun Dira..." Ochi tampak terperangah.
"Kan kamu yang bilang..."
"Iya, aku bilang gitu cuman teori doang. Aku sendiri kan belum pernah ngalamin..."
"Jadi?"
"Jadi... Ya... Tapi aku serius juga sih... Maksudnya, kalo kejadian ya... Pasrah. Duh, gimana ya bilanginnya...Kalo kamu pasrah oke. Tapi kan nggak? Kamu menolak, berontak... Trus dicekik... Diancam mau dibunuh"
Ochi menghela napas. Kalimatnya terdengar belum selesai. Tapi dia kemudian terdiam.
"Nah itu, berarti salah aku kan? Harusnya aku terima" Ucapku lirih.
"Ya bukan berarti gitu juga dong sayang"
"Trus gimana?"
Ochi menghela napas lagi, lalu menggaruk-garuk kepalanya. "Duh, maaf ya Dira... Aku kok sotoy banget sok menggurui..."
"Lho nggak kok. Aku menghargai pendapat kamu kok Chi"
"Aku belum pernah ngalamin kayak kamu Dira. Kamu yang paling ngerti perasaan kamu... Sori ya..." Ucapnya tersenyum. "Aku cuma kesal aja tadi... kepikiran, gak seharusnya pemerkosa itu berjalan bebas tanpa nerima ganjaran... Andai aku ya... Kalaupun aku diperkosa pasrah, nerima, bahkan mungkin menikmati... Tetep aja abis itu yang merkosa aku kulaporin" tukas Ochi berandai-andai.
"Ohh... trus kalau si pemerkosa membela diri, bilang suka sama suka gimana? Trus ada rekaman videonya gitu yang nunjukin kita menikmati gimana? Kamu mendesah-desah keenakan, bahkan ikut goyang pinggul..." Timpalku gemas berfantasi, sambil menggoyang-goyangkan pinggulku memperagakan apa yang kubayangkan.
"Haha.. Yaa aku bilang aja ke hakim, aku menikmati seksnya, tapi aku nggak suka sama orangnya"
"Hahahaha..." Kami tertawa bersamaan lagi.
"Bisa mupeng pengadilan denger kaya gitu" celetukku.
"Hihihi"
"Eh, Dira... Jadi kepikiran, trus pizzanya ini kamu bayar nggak?"
"Ya nggak lah"
"Berarti pizzanya nggak halal dong?"
"Lho, kok nggak halal sih?"
"Lah iya... Kan nggak kamu bayar"
"Salah dia sendiri kenapa merkosa aku... Jadi pizzanya gak usah dimakan? Mubazir dong... Lagian aku laper" jawabku santai.
"Besok abangnya dihubungin aja, suruh sini, bilang ke dia mau bayar pizaa" usul Ochi.
"Ish... ntar diperkosa lagi akunya... Lagian aneh. Mana mungkin dia mau datang lagi ke sini. Awkward banget pasti"
"Ya gapapa kalo dia gak mau datang, suruh ikhlasin gitu... Kalo abangnya udah ikhlas kan jadi halal."
"Hahaha... Kalo abangnya mau datang?"
"Kita panggil satpam, suruh nangkep! Hihihi"
"Ha ha ha ha ha....!" Lagi, kita tertawa geli bersamaan. Senang sekali bisa akrab begini sama Ochi.
Sret! Tiba-tiba Ochi menarik selimut dan meringkuk di dalamnya. Sebagian tubuhku jadi tersingkap.
"Kyaa... Ochi, bagi-bagi dong selimutnya... Berdua!" Protesku. Dia hanya tertawa.
"Dingiiin... Kamu kan udah biasa bugil..." Ledeknya.
"Udah biasa bugil tapi tetep selimutan kali..." Aku merangsek ke sampingnya supaya tubuhku bisa tertutup selimut semua. Kami tertawa geli.
"Pelukan aja yuk?" Ucap Ochi membuka diri. Surprise banget aku dengan penawarannya. Langsung kudekap tubuhnya tanpa ba bi bu. "Ayukkk..." Ucapku. "Aahhh...." Desahnya.
Tangannya ikut mendekapku erat. Kedua buah dada dan kulit telanjang kami bertemu dan saling mentransfer suhu tubuh. Darahku berdesir-desir. Hangat sekali rasanya. Dengan manja kugesek-gesekkan tubuhku ke tubuhnya. Pertemuan dua buah dada kami yang sama-sama padat berisi menimbulkan sensasi yang susah diungkapkan.
"Hangat sekali tubuhmu Ra"
"Hmm... Ochi..."
"Ya?"
"Aku suka deh ngeliat kamu... Tapi bukan terangsang lho ya"
"Hahaha, terangsang juga gapapa."
"Hehe, ntar kamunya kabur, dikira gak normal akunya"
"Kamu emang nggak normal kok... sehari-hari berjilbab, tapi di rumah telanjang terus, gak normal itu namanya" ledeknya.
"Biarin, hihihi"
"Ciuman dong kaliannya.... hehe" Tiba-tiba suara Fadel menginterupsi kami. Kaget, spontan kami saling melepaskan diri.
"Iihh? Fadel!"
"Ngapain kamu dek masuk lagi? Gangguin orang mau bobo aja"
"Aku juga mau bobok kok kak, tapi mau pinjam selimut kalo ada, dingin soalnya"
"Duh iya maaf ya.. hihi, jadi ditelantarin... Ada di lemari dek... Bentar kuambilin..." Jawabku hendak beranjak.
Tapi baru separuh badanku keluar dari selimut, tanganku ditahan oleh Ochi.
"Sini aja Ra..." Matanya mengerling. "Biar Fadel ambil sendiri"
Duh Ochi ini, masak aku disuruh membiarkan adiknya mengakses lemariku sendiri. Tapi kupikir gapapa juga sih. Akupun menurutinya. Jadi ingat dulu teman-teman Eko juga pernah mengobrak-abrik isi lemariku. "Itu dek, selimutnya di dalam lemari yang merah..." Tunjukku pada lemari di sudut kamarku, sambil beringsut kembali masuk dalam selimut.
Fadel menggaruk-garuk kepalanya. "Lemari ini? Gapapa nih aku ambil sendiri?"
"Iya.. Gapapa, ambil aja... di rak paling atas ya..." Fadel membuka lemariku, dan seperti dugaanku matanya nakal menelusuri setiap sudut lemariku. Bukannya langsung mengarah ke atas tempat selimut yang kujelaskan tadi.
Sebegitu penasaran kah cowok dengan isi lemari cewek? Aku sih cuek aja secara gak ada barang 'haram' yang kusembunyikan di situ. Paling Fadel mupeng aja melihat koleksi celana dalamku.
"Ehemmm... Apa ini? Hehe..." Tanya Fadel sambil memungut sesuatu dari rak celana dalamku. Dia mengambil g-string taliku yang super mini. Saking mininya bagian yang nututpin vagina aja hanya berupa manik-manik kecil.
Aku membelinya dari toko online. Belum pernah aku pakai sih. Untuk koleksi aja, soalnya imut. Tapi aku heran kenapa harganya lumayan mahal, padahal cuma seperti tali gitu aja.
"Deeekk... Kok kamu ambil yang lain sih?" Protesku manja. Malu banget.
"Lucu sih kak" Kilah Fadel.
"Taruh lagi..."
"Iya... maaf kak lancang, tapi kapan-kapan aku pengen lihat kakak pakai ini ya kak, hehe" pinta Fadel untung-untungan.
"Huuuu... dasar... Adekmu ini ternyata emang mesum Chi, hihihi" Aku tertawa. Baru juga melihat g-string seperti itu dia udah pengen lihat aku memakainya. Apalagi kalau melihat paketku yang akan sampai besok, pasti tambah pengen lihat aku memakainya, hihihi.
Iya... besok satu set lingerie seksi lengkap dengan 'mainan-mainannya' yang ku pesan akan tiba. Gak sabar nungguinnya. Gak sabar juga pengen ketemu kurirnya, semoga kurirnya mas-mas yang biasa, hihi.
"Kamu di rumah orang lho masih nakal aja... Dah sana bobo" Ochi akhirnya mengomeli adeknya.
"Kan aku biasa bobo sama kakak..." Timpal Fadel. Aku tertawa. Ochi tersipu. Aku mengusulkan Fadel tidur di kamarku berdua dengan Ochi, dan aku sendiri bisa pindah ke kamar lain. Fadel jelas sumringah, tapi Ochi buru-buru menolaknya.
"Gapapa Chi, gak enak aku memisahkan sepasang kekasih, hihihi..." Ujarku.
""Iih apaan sih... Gak usah, dah sana dek kamu bobo di luar" usir Ochi.
"Lho kok di luar? Hahaha... Jahat kamu Chi." Timpalku.
"Iyee... Maksudnya di luar kamar ini..." Jelas Ochi. Fadel pun kusuruh tidur di salah satu kamar buat tamu yang ada di rumahku.
"Mm.. Aku di sofa aja gapapa kak... masih pengen nonton" Ucap Fadel. Tapi meski bilang begitu dia tak juga beranjak. Bisa kupahami Fadel berat meninggalkan kami. Dia masih saja duduk di ranjang sambil memandangi kami dengan tatapan mengharap.
Ochi menarik selimut yang sedari tadi terbuka sebatas pinggang sehingga dua pasang buah dada kami menjadi santapan gratis untuk mata Fadel. Aku pun ikut menarik selimut dan kami sama-sama mendekapnya di dada sambil tertawa-tawa menggoda Fadel yang menatap gemas.
Sebelum diusir lagi oleh kakaknya, dia memberanikan diri meminta 'sesuatu' lagi.
"Kak, sebelum aku bobo... Boleh nggak? Mmm..."
"Apa nih, pasti yang nggak-nggak nih?" tanya Ochi.
"Boleh nggak aku liat kalian ciuman? Tapi sambil aku foto, hehe"
Aku tertawa, Ochi merengut. "Tuu kan macem-macem... Bisa nggak sih dek kamu nggak mesum semalam aja?" ujar Ochi geleng-geleng kepala.
Tapi mendengar permintaan Fadel membuat jantungku berdebar keras. Ciuman? Sesama cewek? Belum pernah aku membayangkannya. Emang sih aku tadi sempat tertarik dengan sosok Ochi. Tapi kan bukan karena nafsu. Hanya memuja keindahannya saja.
"Please kak Ochi, kak Dira... mau ya?" Fadel memohon.
"Hmm... Gimana Ra? Kamu mau?" tanya Ochi kemudian padaku.
"Gak tau Chi, aku belum pernah ciuman sesama cewek... aneh kayaknya"
"Iya... emang aneh sih, soalnya kamu kan cewek normal... terangsangnya sama yang punya kontol, hihihi" ujar Ochi. "Tuh dek, kak Diranya gak mau tuh...." Ku lihat wajah Fadel sedikit kecewa.
"Eh, tapi gak apa deh... penasaran juga... kalau ciuman sama makhluk indah seperti kamu kayaknya gak apa deh, hehe" ucapku cepat. Aku pakai sok-sokan menggombal segala. Aneh sih ngegombalin sesama cewek, haha.
"Kamu yakin Ra?"
"Iya gak apa..." jawabku tersenyum dan melirik ke arah Fadel. Selain karena emang penasaran gimana sensasinya. Mendengar Fadel akan mengabadikannya dengan kamera juga membuat aku akhirnya mengiyakan permintaan adek Ochi ini.
Entah kenapa aku selalu suka jika difoto-foto. "Kamu sendiri emang mau Chi ciuman sama aku?" tanyaku balik ke Ochi.
Ochi menghela napas dan kembali melirik adiknya yang kembali sumringah. "Sekali aja ya?" Desah Ochi menatap adeknya. Ochi tidak menjawab pertanyaanku secara langsung. Tapi aku tahu kalau dia bersedia melakukan apa saja demi nyenangin adeknya itu. So sweet banget!
"Yes... Hehe, jangan berlagak terpaksa gitu dong kak. Suka kan mau difoto?" Ledek Fadel. Ochi tak bisa menahan diri untuk tersenyum. Wajahnya tersipu dan dengan kesal dia memukul Fadel dengan bantal.
"Kamu ini... Kakak berubah pikiran lho?" Gertaknya manja. Fadel tertawa menghindar lalu segera menyiapkan HPnya.
"Pake HP kakak aja...!"
"HPku aja kak..."
"Kamera kakak lebih bagus, kamu ini pasti mau buat bacol ya? Kan bisa dikirim nanti dari HP kakak..." Ujar Ochi cabul. Aku tertawa dan Fadel senyum-senyum aja tanpa menyangkal.
"Dasar... " Gumam Ochi gemas sambil menyerahkan HPnya.
Dengan antusias aku memeluk Ochi. Kok jadi aku yang antusias gini ya. Deg-degkan tapi antusias, hihi. "Pose gimana dek?" Kerlingku sambil menyingkap selimutku sebatas pinggang lagi.
Dari tadi Fadel sudah dapat tontonan gratis buah dadaku, tapi kali ini mungkin rasanya berbeda. Fadel tergagap meresponku. "Aa... Anu... Ciuman natural aja kak...?" Sahutnya.
Ochi ikut menyingkap selimutnya dan kami pun berhadap-hadapan.
Cup. Tiba tiba Ochi mengecup bibirku. "Gitu dek?" lirik Ochi ke Fadel. Sedangkan mukaku langsung merah. Gak nyangka bisa berdebar debar seperti ini. Nafasku begitu memburu karna ini pengalaman pertama bagiku.
"Oke kak, keren..."
Ochi tersenyum, kemudian kembali menciumiku berkali-kali.
Apakah Ochi sudah biasa? Pikirku dalam hati melihat dirinya yang begitu rileks. Tapi ku rasa ini juga yang pertama baginya. Karena seperti yang kupikirkan tadi, Ochi pasti melakukan ini sekedar untuk nyenangin adeknya.
Ochi kemudian menjilat bibirku dengan ujung lidahnya. Aku tertegun. Jantungku berdetak kencang. Sungguh tak kusangka sentuhan sekecil itu sungguh dahsyat rangsangannya.
Tampaknya Ochi menangkap rasa groginya. Dengan lembut kedua tangannya meraih buah dadaku dan membelainya. Lalu Ochi merubah sentuhannya dengan kuku. Posisi tangannya seperti hendak mencakar, tapi kuku-kukunya tidak sampai menancap benar ke kulit payudaraku.
Kelima jarinya mekar dan digerakkan menutup sehingga kukunya bergerak menyusuri dari lingkar luar payudaraku semua memusat ke areolaku, dan jari-jarinya berakhir di puttingku yang sudah sangat menegang. Beberapa kali gerakan itu dilakukan sambil kami saling menatap. Mulutku pun tak kuasa mendesah. "Aahh.. Chi..."
'Cup' Ochi mengecup bibirku yang merekah.
"Mmhh..." Gumamku.
'Cup' Sambil saling mengecup, kami melirik pada Fadel. Wajahku pasti merah sekali bak kepiting rebus tertangkap lensa kamera. Ini belum seberapa, tapi rasanya benar-benar sensasional.
"Terus kak, alamiah aja, anggap aja aku nggak ada..." Ucap Fadel sambil tetap mengabadikan kami. Dia berdiri di tepi ranjang memotret aksi cium-ciuman kami di atas ranjang.
"Eh keterusan ya kamu, janjinya kan satu aja?" Protes Ochi. Aku tertawa. Dengan gemas kupeluk dan kucium pipi Ochi untuk menunjukkan bahwa aku tak keberatan.
"Chi..." Bisikku. "Ayo lagi." Ochi menoleh dan kukecup bibirnya Kamipun lanjut cium-ciuman lagi. Tapi bagaimanapun juga kami tak bisa alamiah dan menganggap Fadel tak ada di situ. Karena jelas kami bukan lesbian. Lagipula kami ini sangat sadar kamera. Hihihi.
Walhasil kami lanjut saling mengecup sambil terus melirik dan tersenyum genit ke arah Fadel. Ya, kami berpose. Menyadari itu, Fadel pun jadi berani untuk mengarahkan. Dia meminta kami untuk menggunakan lidah. Meski sumpah, canggung, kami menurutinya.
"Ditempelin lidahnya kak... Duh, iya begitu bagus... Cakep kak!"
"Kak Dira gigit lidah kak Ochi. Matanya pejam kak... Jangan dicucup kak, digigit... Liatin giginya... Iyaa gitu! Keren!"
"Kak Ochi peluk kak DIra dari belakang dong... Diremas susunya. Jangan ditutupin putingnya kak... Liatin di sela-sela jari. Iyaa gitu, cantik banget kak!"
"Kak Dira tengadah dong... Liatin leher jenjangnya. Duh, kakak cantik banget...! Kak Ochi gigit lehernya kak Dira..."
Begitulah Fadel mengarahkan kami sesuai apapun fantasi dia. Kami mencoba mengikuti maunya. Kadang kami kagok dengan arahan Fadel yang aneh-aneh. Maklum kami bukan model profesional. Haha.
Tapi yang jelas aksi kami malah jadi makin alamiah karna rangsangannya bener-bener nggak nahan! Terutama pose yang terakhir saat Ochi menggigiti leherku. Aku menggigil, tubuhku menggeliat tak karuan.
Ochi yang menyadari itu malah makin menjadi. Disusurinya leher jenjangku dengan bibir dan lidahnya. Di balik telingaku tiba-tiba daun telingaku digigitnya. Reflek aku makin menggelinjang.
"Aahh Chi..." Aku menggeliat mencoba menghindar tapi posisi Ochi di belakangku benar-benar menguntungkan untuk bisa terus mendominasiku dan terus meluncurkan serangan dengan mulutnya.
Entah naluri atau memang sudah tahu titik-titik rangsang di tubuhku, yang jelas bidikan Ochi selalu jitu. Mulutnya terus menggerayangi dan menggigiti sepanjang daerah pundak leher dan telingaku.
"Ochiii... Aahh...." Mataku sayu dan mulutku terus mendesah, pasrah.
"Hihihi..." serangan Ochi mereda, aku kini bisa memutar tubuh menghadap dirinya.
"Mmhhhh.... Ahh... Cup... Cup..." Dalam sekejap kami sudah saling melumat lidah dan bibir lagi.
Sesuai arahan Fadel tadi, ternyata bisa juga pada akhirnya kami terbuai dalam aksi lesbian ini dan tidak lagi mempedulikan keberadaan dia dan kameranya. Ya... kami menikmatinya.
Kulit Ochi sangat halus dan lembut. Payudaranya padat dan kenyal, puting kami sama-sama mengeras dan terus bergesekan satu sama lain membuat kami makin terangsang maksimal. Dengan gemas aku meraih dan meremas buah dada Ochi. Aku melakukan gerakan mencakar sebagaimana tadi Ochi lakukan padaku. "Aaahhh..." Desah Ochi menggelinjang.
"Selama ini aku suka meraba-raba payudaraku sendiri" bisikku. "Ternyata memegang payudara orang lain juga sangat menyenangkan ya? Hihihi..."
"Kamu cantik dan seksi sekali Chi... Andai aku punya kontol pasti sudah kuentotin kamu Chi..." Bisikku vulgar. Bisa-bisanya aku berkata begitu. Ochi tertawa kecil dan mengecup bibirku gemas. Karna ucapanku itu kami jadi melirik Fadel. "Tuh ada kontol satu... Hihihi." Ochi meledek Fadel yang tampaknya mulai tidak konsen memotret.
"Kontol ga punya... tapi lidah punya kan?" Ochi beralih padaku lagi. "Jilmek aja mau?"
Aku tidak menjawab dan mengerutkan kening. Ochi tertawa. "Jilmek Ra... Jilat memek... Hihi..." Jelasnya.
"Ooh.. Haha... belum pernah aku Chi..." Jawabku ragu. Tentu saja, ciuman sesama cewek aja baru kali ini, apalagi jilat memek, hehe.
"Ah... iya... kalian jilmek dong" Malah Fadel yang jadi antusias.
"Yeeee... kamu ini dek" tawa Ochi.
"Ah... ayo dong kak.. jilat memek kak Dira... aku videoin deh..."
"Dasar... yang pengen videoin kan kamu"
"Hehehe"
"Gimara Ra? Kita turutin kemauan adekku yang mesum itu?" tanya Ochi meminta pendapatku. Aku masih diam karena ragu. Itu jelas perbuatan yang amat tidak pantas. Terlarang banget kan berbuat seperti itu dalam sudut pandang norma dan agama?
'Iya kan Ma? Dosa kan?' Batinku saat melihat bingkai foto orangtuaku. Meskipun begitu aku tidak memungkiri kalau aku juga penasaran. Rasa penasaran mengalahkan rasa bersalahku. Aku mengangguk.
Ochi tersenyum. Tangannya turun ke bawah dan meraba selangkanganku. Jarinya membelai dan membelah permukaan liangku. Aku tidak tahu apa yang saat ini dipikirkan Ochi. Dia terlihat tenang. Aku tidak tahu apakah batinnya juga bergejolak.
"Mmm... Aduh... Maluu Chi... Aahh.." Ucapku menggelinjang geli.
"Yaelah malu..." Ledek Ochi.
"Kamu sering dijilmek sama adek ya?"
"Ga pernah tuh, aku yang sepongin kontol dia terus..." Lagi-lagi kami cekikikan sambil melirik Fadel dan membicarakannya, tapi kemudian tak mempedulikannya lagi. Sukses kami membuat Fadel gemas. Salah sendiri tadi minta dianggap tak ada. Haha.
Tanpa menunggu persetujuanku, Ochi beringsut ke bawah. Tangan kak Ochi melebarkan pahaku hingga posisiku kini terlentang mengangkang. Berdebar-debar antara malu dan horny. Malu karna belum pernah melakukan ini sebelumnya dan posisiku mengangkang ini juga tepat menghadap ke arah Fadel. Namun harus diakui, rasa malu ini juga yang membuat tambah horny.
"Imut sekali memek kamu Ra... Bersih dan pink... Hihihi..." Ochi mendekatkan wajahnya hingga benar-benar berhadapan dengan memekku. Jarinya membelah bibir memekku lagi, menepuk-nepuk belahannya dengan dua jari dan menekan-nekannya.
Selama beberapa saat Ochi menstimulir memekku dengan telaten, sementara aku lebih banyak menengadahkan kepala dan terpejam. Sungguh aku tidak habis pikir kenapa rasa malu ini begitu menyeruak? Aneh, tapi memang aku tidak menyangka sama sekali kami akan sampai melakukan seperti ini. Tahu-tahu Ochi berinisiatif dan aku tidak berusaha mencegahnya.
"Aahh... Chi...."
"Hihi... lihat ini kelentitmu sudah mencuat keluar dan tegang sekali..."
Aku masih memejamkan mata dan tiba-tiba kurasakan sentuhan di bagian yang disebut kak Ochi itu. "Aaiiiihhh... aahh...." Spontan aku mendesak panjang. Tubuhku bergetar bagai disengat listrik, sungguh beda dengan ketika aku menyentuhnya sendiri.
Sambil tetap terlentang, aku mengangkat badanku dan bertumpu dengan siku. Rasanya ingin melihat aksi Ochi di selangkanganku. Ochi tersenyum melirikku, sementara jari di tangan kirinya membelah bibir memekku, tangan kanannya mengambil HPku yang dari tadi ada di meja kecil sebelah tempat tidur dan memotret selangkanganku dari jarak dekat.
"Chi....!" Protesku.
"Hihihi, aku share ke grup!" ucapnya.
"Kamu ih... Malu Chi..."
"Hehe.. muka kamu merah sekali. Gemesin. Kamu bener-bener malu ya Ra? Kok bisa sih?" Goda Ochi heran. "Tapi aku lihat kamu jadi ngaceng banget juga lho... Nih lihat kelentit kamu keras banget" Gumam Ochi menyentil-nyentil titik paling sensitif itu.
"Ahh ahh ahhh.." Setiap sentilan membuatku bergetar dan mendesah. Agaknya aku memang baru melihat klitorisku mencuat keluar sampai seterekspos ini.
Tau-tau... Hap! Mulut Ochi mencaplok dan langsung menggigit-gigitnya. Terang saja aku makin menggelinjang dibuatnya, bahkan spontan pahaku kurapatkan menjepit kepala Ochi. "Mmhhh..." Bukannya terganggu, mulut Ochi malah makin gemas gigitannya.
"Aaoowwhh..." Aku melolong keenakan. "Ochiii... Aauhhh... Diapain sih ituku??" Kuangkat lagi tubuhku untuk melihat. Pahaku kembali mengangkang.
Ochi yang makin leluasa kini gerakannya menjadi random, menggigit, menjilat jilat, mencucup, sambil sekali-sekali menatapku dan tersenyum. Meskipun tampaknya tekniknya asal, tapi rangsangan yang kuterima sungguh maksimal. Pinggulku terus bergetar-getar konstan, mulutku terus meracau sampai tak terasa air mataku keluar.
"Chi... Hati hati!" Seruku mengantisipasi saat Ochi sudah mulai menggunakan jarinya untuk mengobel memekku.
"Iyaa..." Jawab Ochi mengerti. Dia hanya memasukkan jarinya sebatas satu ruas. "Sejauh mana tadi kontol Eko kamu masukin?"
"Lebih dalam lagi sih Chi... Aahhh..."
"Segini...?" Pelan pelan Ochi memasukkan jarinya lebih dalam.
"Chii..."
"Segini?" Jari Ochi berhenti setelah terbenam hingga ruas kedua, lalu menggerak gerakkannya.
"Aahh... Mmmh..."
"Beresiko sekali nih... Kayaknya udah kena selaput dara kamu lho?"
"Mmhh... Ahh enaaak Chiii... Duhhh... Masa sih Chi? Tadi aku sempat merasakan perih sih..." Ucapku agak panik. Ochi tersenyum menggoda. Dikeluarkan jarinya dan mengecup ngecup gemas permukaan memekku sambil kami saling bertatapan.
Ochi tampak tidak jengah sama sekali meski bibirnya sudah sangat basah berlumuran cairan cintaku. Sungguh terbuai aku dengan perlakuan Ochi ini. Saking gemasnya kuraih HP dan kubidik wajahnya dengan kameraku. "Senyum Chi..."
'Ckrek'
Terabadikan satu foto pemandangan sebatas perutku ke bawah, dengan bulu kemaluanku yang tipis rapi, paha yang mengangkang lebar dan Ochi yang menungging telanjang berada di antaranya. Bibirnya yang menempel di permukaan memekku tersenyum manis dan matanya menatap sayu.
Foto POV yang sempurna! Pikirku. Ochi benar-benar cantik dan tampak binal sekali. Tanpa ijin langsung kushare foto itu ke grup. Sejak Ochi share foto closeup memekku tadi belum ada komentar apapun. Agaknya teman-teman di grup sudah pada tidur. "Ya ampun, wajahku kelihatan Chi..." Protesku mengomentari foto closeup memekku itu.
"Hi hi hi, gapapa kan cantik..." Goda Ochi. "Fotoku cantik nggak?"
"Cantik dong." Kutunjukkan layar HPku padanya.
"Hihihi..." Ochi tersenyum puas melihat fotonya barusan.
"Lagi dong Chi, sekarang divideoin ya? POV ku lagi."
"Boleh! Hihihi... Eh, kamu ikut rekam juga ya dek?" Pinta Ochi pada Fadel.
"Dari tadi kak, hehe"
"Baguuuus, hihihi... Masih tahan kan dek? Belum pingin coli kan?" Ochi senyum-senyum menggoda adeknya. Fadel hanya tertawa cengengesan.
"Gerah ya? Buka baju boleh kok.. Hihi" Akupun ikut menggoda Fadel. Memang meski kamarku ber-AC, tapi tubuh kami mengeluarkan suhu panas akibat aksi yang kami lakukan.
Tanpa menunggu respon Fadel. Ochi langsung memulai aksinya lagi, kali ini dengan lebih sadar kamera. Apalagi kini ada dua kamera yang mengambil gambar.
Yang satu dipegang olehku mengambil gambar dari POV aku. Satu kamera lagi dipegang Fadel mengambil adegan lesbian kami. Dengan terlihat lebih antusias, plus senyuman dan lirikan-lirikan nakal ke kamera, Ochi mengeksplorasi selangkanganku lagi.
Aku yang jadi obyeknya sekaligus bertugas memvideokan dengan POVku jelas kewalahan. Sambil menggelinjang-gelinjang dan mendesah-desah keenakan, tanganku berusaha menahan HP yang men-shoot aksi Ochi itu supaya tidak terlalu goyang.
Aku pun berinisiatif juga sekali-kali menukar kamera belakang dengan kamera depan, supaya wajah dan ekspresiku juga ter-shoot, hehe.
Suara kecipak lidah dan bibir Ochi di selangkanganku, berpadu dengan desahanku mendominasi ruangan. Tubuhku yang tak berhenti menggelinjang makin mengeluarkan suhu panas, hingga kulihat Fadel mulai membuka baju sambil terus merekam. Kadang dia sampai naik ke tempat tidur demi mendapatkan gambar yang lebih bagus.
Belum sampai 2 menit kemudian...
"Aaahhhh Ochi... Aku dapet, aku keluar Chii...!! Aahhh..."
"Aduh Diraaa...Aah... Kamu muncrat... Aaihh...Hahaha..."
Kugeletakkan begitu saja HP di sebelahku tanpa mematikan tombol rekamnya. Aku memejamkan mataku dengan nafas tersengal-sengal dan pinggul yang masih bergetar kelojotan. Kurasakan Ochi menaiki tubuhku, mencaplok dan melumat gemas putting susuku sebentar dan menindihku.
"Ochi... Ahhh..." Desahku sambil membuka mata. Kami bertatapan tanpa mengatakan apapun, dan hanya saling tersenyum penuh arti. Bibir Ochi terlihat basah oleh cairanku.
"A.. Aku squirt ya Chi?" Tanyaku tersipu.
"Hihi, nggak... Muncrat keluar sedikit aja... Kalo squirt udah basah kuyup deh wajahku..." Ochi mendekatkan bibirnya kepadaku. Tanpa merasa risih aku menyambut bibir yang berlepotan cairanku sendiri itu, dan kami pun berciuman panas. Kupeluk erat tubuh Ochi, kami bergulingan di kasur sambil tertawa-tawa.
"Enak nggak?" Tanya Ochi.
"Enak banget... Kamu nakal banget sih" jawabku.
Kami berbaring bersebelahan dan mendapati Fadel berdiri di tepi ranjang yang kini hanya mengenakan boxer. "Hihihi... Buka semuanya aja dek" ujar Ochi. Kami cekikikan melihat wajahnya yang merah padam.
Ochi bangkit dari ranjang dan memeluk adiknya itu. "Udah pingin coli kan? Ayo coli aja... Apa mau kakak coliin?" Ucap Ochi. Kali ini terdengar tidak seperti menggoda, melainkan tawaran tulus.
"Kakaak..." Desah Fadel.
"Buka dek..." Tangan Ochi memelorotkan boxer Fadel hingga kontolnya melompat keluar. Meski sudah biasa melihat kontol lain, aku tetap antusias melihat kontol baru. Dan kontol Fadel ini jelas Nampak lebih bersih dan terawat ketimbang kontol-kontol lain yang pernah kulihat. Ukurannya sedikit lebih besar dari kontol Eko.
Aku terus memperhatikannya dengan senyum-senyum. Membuat Fadel tersipu. Tapi tak urung dia lolosi juga boxernya, hingga kini kami bertiga sudah sama-sama telanjang bulat. Dengan adanya kontol itu aku jadi berdebar dan membayangkan akan seperti apa aksi kami setelah ini.
"Videonya bagus nggak dek? Sini lihat" Ucap Ochi sambil mulai mengurut-urut batang kontol Fadel. "Lihat juga yang dari kamera kamu Ra"
"Aah iya, lupa ku-stop... Ya ampun sampai sekarang masih merekam. Haha..." Kuraih HPku dan bersama-sama kami duduk di tepi ranjang melihat hasil rekaman dari HP Ochi dan HPku. Fadel di tengah diapit aku dan Ochi.
"Hahaha... Yang dari HP kamu shaky banget jadinya..." Komentar Ochi melihat hasil rekaman dari HPku.
"Iyaa susah tau megangin HP sambil kelojotan..." Jawabku sambil melirik posisi Ochi yang rebahan di pundak Fadel. Tangan Fadel merangkulnya, sementara tangannya sendiri masih sambil memainkan kontol Fadel yang mengacung tegang di samping pahanya.
"Hihihi, seenak itu ya? Eh, wajahmu kok dishoot juga... Katanya malu?"
"Iyaa, kan aku juga pingin eksis... Hahaha."
"Tapi cantik banget deh kamu dengan ekspresi keenakan kayak gitu... Kamu berbakat tuh jadi bintang bokep! Iya nggak dek? Hehe" celetuk Ochi asal.
"Iiihhh... Kamu juga dong..."
"Kalo aku berarti berbakat jadi sutradara bokep ya kak? Hehe..." Ujar Fadel nimbrung.
"Iyaa, kamu jadi sutradara aja, gak usah ikut main ya? Hehe."
"Duuh, aku kan pingin ikut main juga..."
"Ga boleh." Tukas Ochi tegas.
Yang dimaksud Fadel tentu ngentot dengannya, kakak kandungnya sendiri. Aku menduga kuat, Fadel pasti sudah sering memintanya tapi Ochi keukeuh menolak. Kubayangkan seandainya aku jadi Ochi, akan kukabulkan permintaan Fadel atau nggak ya? Pikirku.
"Kalo mainnya sama kak Dira?" Tanya Fadel ngarep. Aku tertawa saja meresponnya.
"Hihi, pede banget kamu, emang Dira mau?" Ledek Ochi.
"Kalo aku mau, kamu bolehin Chi?" Celetukku sambil melirik Fadel.
"Hahaha..." Kami tertawa bersama, Ochi beranjak dari pundak Fadel lalu menciumku.
"Jangan goda adekku dong Ra..." Pintanya mewakili Fadel yang hanya tersenyum kecut. Aku tertawa tanpa mengonfirmasi apakah aku serius atau sekedar menggoda Fadel.
Sejujurnya aku sendiri tidak tahu. Secara pemikiran sesungguhnya aku sudah mulai terbuka dan mengharapkan seks. Tapi kalau harus dengan Fadel kali ini, susah dibayangkan. Fadel cakep sih, tapi aku belum terlalu kenal dia, dan sampai sekarang pun sebenarnya aku masih canggung dengan keberadaannya.
"Kamu kok bisa ngelakuin lesbian kayak tadi... Kamu binal banget ya Chi... Udah biasa ya?" Kucoba mengalihkan pembicaraan.
"Hehe... Belum pernah"
"Aku share ke grup ya videonya...?"
"Iya dong. Hihihi..."
Sambil mengupload video dari HP kami masing-masing, tiba-tiba aku ingin mempertanyakan sesuatu yang sedari tadi menggelitik di benakku. Entah tepat atau tidak momennya, aku cuek aja mengutarakannya. "Chi..." Gumamku.
"Ya?"
"Mmm... Kamu kok masih perawan sih? Hihi." Tanyaku to the point sambil melirik Fadel juga. Wajah Ochi memerah, dia juga kemudian melirik Fadel yang juga memerah. "Kamu ini..." Tukas Ochi.
"Serius pingin tahu... Penasaran. Tapi gak harus jawab sih."
"Mmm... Maksud kamu sama Fadel?"
"Iyaa... tapi sama siapa aja sih."
"Kalo sama adek kan udah kubilang, aku nggak berani."
"Kenapa?"
"Duh... Kenapa ya... Ya klise, masa ngentot sama adek sendiri.. kan dosa" Ochi menghela napas dan melirihkan suaranya. "Kamu mungkin nggak percaya ya kita udah sejauh ini tapi gak pernah ML?"
"Hehe, percaya kok"
"Ya gitu deh Ra... Kalo dia sih gak mikir deh tuh..." Sindir Ochi. Aku tertawa.
"Yak, kita tanya bagaimana pandangan Fadel!?" Ucapku berlagak jadi host talkshow.
"Aa.. Apaan sih" Sahut Fadel jengah.
"Hihihi... Penasaran dek... Kamu nggak pingin ngentotin kakak kamu yang cantik ini?" Aku sadar pertanyaanku mungkin mengganggu mereka, tapi rasanya gatal kalau tidak menanyakannya.
"Sudah jelas itu lah" Bukannya Fadel, malah Ochi yang menjawab. Aku tertawa geli lagi.
"Beneran dek?" Aku masih memburu Fadel.
"Iya, hehehe" Fadel menjawab singkat sambil meringis.
"Kok iya, kakak kandung kamu lho ini? Hihi."
"Haha, kan udah kubilang Ra... Kalo adek mah nggak mikir... Bandel" sahut Ochi.
"Kan gara-gara kakak juga" sahut Fadel bersungut-sungut.
"Tu kan mesti deh yang disalahin cewek. Emang jadi cantik salah ya?" Gumam Ochi memasang raut manja.
"Makanya, udah tau cantik, pakaiannya jangan sembarangan dong... Kan nafsuin." Balas Fadel gemas.
"Weeek... Kamunya aja yang kebanyakan nonton bokep."
"Kalo sama pacar? Kamu punya pacar kan Chi?" Tanyaku.
"Sekarang sih ada... Kok tahu? Kami pacaran serius Ra. Kayaknya aku bakal nikah sama dia... Makanya gak mungkin kan aku incest sama Fadel, hihihi."
"Nah iya, kok nggak ML sama pacar kamu?"
"Dia nggak minta. Hihihi... Lagian kan lebih asik kalau ML setelah kami nikah"
"Haha, kalo dia minta emang dikasih?"
"Sepertinya" jawab Ochi ragu.
Ku lihat wajah Fadel yang sepertinya cemburu. Ochi juga menyadarinya. "Ciee, adek cemburu... Hihi, kamu juga cari pacar dong dek... Kakak tu takut lho suatu hari kamu lupa diri trus kebablasan kayak adeknya Risa." Ochi mewanti-wanti serius sambil membelai-belai pipi Fadel.
"Hahaha... Kalo ngarep, kenapa nggak kamu yang inisiatif minta?"
"Gak mau... Aku takut malah ngerusak hubungan Ra..." Jawab Ochi serius.
"Ooo... Duh, apa kayak aku sama Eko ya?" Aku jadi membayangkan kejadian dengan Eko tadi. Dimana aku yang akhirnya meminta disetubuhi, tapi Eko malah menolak. Tapi bedanya, Eko sebelumnya udah sering minta sih. Pikirku menerawang.
"Kamu nyesel tadi Ra? Udah minta eh ditolak..." Tanya Ochi.
"Mmm... Nggak juga sih... Tapi kecewa aja."
"Kamu serius jatuh cinta sama Eko?"
"Hahaha... Nggak tahu Chi. Tapi hubunganku sama cowok paling dekat ya sama Eko. Cinta? Mmm mungkin aja ya... Tapi bukan yang kayak buat dijadiin suami gitu. Haha, nggak lah..."
"Berarti nafsu aja tuh..."
"Aku belum bisa bedain Chi..."
"Trus masih serius pingin lepas keperawanan ke dia?"
Cerita Inilah yang Ku Mau (Bag.16) Selesai !
Anda telah membaca cerita hub badan berjudul Inilah yang Ku Mau (Bag.16) dari Cerpen 21, Kumpulan Cerpen 21 dan Cerita Hub Badan Paling Romantis di Wattpad. Semoga cerita bertema ABG, Fiksi, Romantis, kali ini cukup menarik dan menambah semangat anda. Sampai jumpa di cerita berikutnya!
Anda mungkin membaca cerita ini karena mencari kata kunci berikut di Google:
ABG,
Fiksi,
Romantis, cerita lucu 21, cerita cinta romantis 17, cerita pengalaman hidup seseorang, wattpad 21 hot, wattpad hot, portal dewasa, cerita cinta penuh dosa, wattpad asisten rumah tangga, wattpad 21, cerita cinta 25, kaskus 21, novel 21 pdf, hub badan, wattpad malam pertama 18, cerita pendek wattpad, bacaan stensil, wrong night terbawa suasana, wattpad cairan hangat, kisah asmara nyata tulisan, komik cinta terlarang, cerita cinta romantis 17 bahasa indonesia, kisah cinta di kantor, wattpad hubungan badan, artikel hubungan suami istri, cerita cinta kisah nyata, wattpad asisten rumah tangga
Cerpen21 - Inilah yang Ku Mau (Bag.16) :https://cerpen-21.blogspot.com/2020/03/inilah-yang-ku-mau-16.html